Ririka adalah seorang mahasiswi. Dia ramah dan memiliki aura lembut dan riang. Dia tipe orang yang bisa mencairkan suasana hanya dengan berbicara. Suaranya agak melengking dan nadanya manis saat tertawa. Dia juga punya cara unik dalam memilih kata, jadi mendengarkannya tak pernah membosankan. Kesan pertama saya adalah dia "lembut". Namun, saat kami mengobrol, saya menyadari dia ternyata berkemauan keras. Dia pandai mengambil jeda saat mengambil keputusan dan mengubah ekspresi wajahnya. Dia bukan hanya manis; dia tampak memiliki jati diri dalam tatapan dan gerak tubuhnya. Sejak pertama kali bertemu, saya bisa merasakan bahwa dia lebih banyak rasa ingin tahu daripada gugup. Dia tipe orang yang tak pernah kehilangan ritmenya. Meskipun bertubuh mungil, dia tetap berwibawa. Gerakannya yang lambat memancarkan ketenangan dan kedewasaan. Dia tetap alami bahkan setelah kami tiba di hotel. Percakapan berlangsung dengan tempo yang ringan, dan mudah untuk menemukan jeda. Kami memulai dengan ciuman. Dia menautkan lidahnya dengan lidahku dengan sangat baik. Aku hampir mengira dia sudah mengisap lidahku. Akulah yang memulai lebih dulu. Kugulung lembut lidahku di atas putingnya yang indah dan montok. Dia mendesah manis. Reaksinya jujur. Saat kusentuh pantatnya yang indah dan vaginanya melalui celah celana dalamnya, basah kuyup sampai menetes. Vaginanya yang menganga berwarna merah muda yang indah. Jariku meluncur masuk dengan mudah. Bahkan gerakan sekecil apa pun membuatnya mengerang tak terhentikan. Klitorisnya keras seperti batu, mengeluarkan suara memekik erotis. Kami berdua terangsang. Vaginanya sudah basah kuyup dan kelelahan. Aku memohon padanya untuk menyerangku juga. Dia menatapku dengan tatapan penuh arti. Apa dia benar-benar sadis? Dia menjilati putingku dengan lidahnya yang tajam. Jangan serang aku dengan suara manis itu. Mulutnya yang hangat melingkupi penisku yang keras seperti batu. Blowjob-nya sambil menatapku adalah yang terbaik. Dia menjilatinya dengan hati-hati, mengeluarkan suara seruputan. Kehangatannya, yang dilumuri banyak air liur, menghasilkan blowjob yang memuaskan, hisapan yang keras. Dan kemudian, Ririka menerima penisku yang keras seperti batu. Dengan penisku yang telanjang di dalamnya, erangan Ririka semakin keras. Memeknya yang mengepal erat tak tertahankan. Payudaranya yang bergoyang dan tubuhnya yang kencang membuat memeknya sesak. Rasanya nikmat bagiku, tapi Ririka juga merasa nikmat. Aku ingin dia mengerang lebih intens. Memeknya yang kecil meremas penisku dengan intens. "Lagi...lagi...♪" Ekspresi Ririka menjadi semakin erotis. Memeknya menegang seolah ingin merasa lebih baik lagi. Ririka menyerah pada tubuhnya dan menikmati kenikmatannya. Erangan Ririka mencapai puncaknya. Dan air mani yang melimpah pun keluar jauh di dalam memek Ririka.